Thursday, March 14, 2013

Economic Buble for Beginners

Sekitar tahun 2008 lalu, saat krisis ekonomi Amerika Serikat sedang hangat-hangatnya, kita sering sekali mendengar istilah 'economic bubble'. Diceritakan bahwa krisis ekonomi terbesar di era modern tersebut disebabkan oleh sang gelembung ekonomi yang misterius. Tapi apa sebenarnya makna dari gelembung ekonomi? Kenapa gelembung ini bisa menciptakan krisis? Apa yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya gelembung?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus memahami bahwa sistem ekonomi modern yang kita miliki saat ini lahir dari serangkaian proses trial and error. Sepanjang sejarah, ada beberapa kejadian konyol yang di satu sisi menghancurkan ekonomi manusia tapi di sisi lain juga membuat manusia lebih memahami prinsip-prinsip ekonomi. Misalnya, saat uang kertas pertama kali ditemukan di Cina, semua orang begitu takjub dengan betapa mudahnya uang kertas diproduksi sampai-sampai mereka kemudian memutuskan untuk mencetak uang sebanyak-banyaknya. Sialnya, uang kertas yang membludak membuat nilai uang kertas tersebut menurun. Akhirnya inflasi terjadi dan semua orang berakhir bangkrut. Peristiwa naas ini membuat banyak orang mati kelaparan, tapi setidaknya manusia mulai mengerti bahwa jumlah uang kertas harus dijaga agar peristiwa serupa tidak terulang.

Sama seperti inflasi, economic bubble juga lahir dari peristiwa kocak biasa yang berujung pada krisis ekonomi dan kelaparan dimana-mana. Peristiwa tersebut terjadi di Belanda (waktu itu masih bernama Serikat Provinsi Netherlands) pada abad 17. Saat itu, Belanda tengah mengalami kemajuan ekonomi yang besar-besaran akibat eksplorasinya yang sukses di Hindia Belanda. Ditengah kemajuan ekonomi tersebut, muncul sebuah varietas baru bunga Tulip yang lebih indah daripada tulip biasa. Dalam waktu singkat, bunga tulip baru ini langsung digilai orang Belanda. Harganya menanjak dalam waktu singkat sampai-sampai harga sekantung bibit tulip setara dengan gaji pegawai biasa selama 20 tahun. Orang-orang pun semakin giat membeli tulip untuk kepentingan investasi.

Para investor malang tersebut awalnya memang menengak keuntungan karena harga tulip terus meningkat pesat, tapi kemudian muncul satu titik jenuh dimana orang-orang tidak lagi menyukai tulip dan/atau harga tulip sudah melambung sampai tingkat yang tidak rasional. Akhirnya tidak ada lagi orang yang ingin membeli tulip. Harga tulip terjun bebas dan para investor yang terkejut harus gulung tikar dimana-mana.

Fenomena inilah yang disebut dengan economic bubble. Suatu peristiwa dimana harga sebuat komoditas terbang tinggi seperti gelembung dalam waktu singkat, tapi karena kerapuhan alamiah komoditas tersebut akhirnya sang gelembung pecah dan harga turun sampai ke titik nol. 

Di Amerika Serikat, economic bubble terjadi dalam sektor properti. Selama beberapa tahun, harga tanah dan rumah terus meningkat pesat dari tahun ke tahun sampai akhirnya sang gelembung pecah. Harga properti turun drastis dan semua investor atau kreditor properti langsung morat marit. Tidak berhenti sampai disitu, pecahnya gelembung properti ini merembet kemana-mana dan menyeret Amerika Serikat dan Uni Eropa ke krisis yang tak berujung.

Peristiwa pecahnya gelembung seperti ini memang sangat menyeramkan, tapi kita bisa menghindarinya asal kita mau belajar dari sejarah. Sekarang di Yogyakarta, harga tanah dan properti sedang mengalami kenaikan yang signifikan. Apakah kenaikan ini juga merupakan sebuah gelembung? Kalaupun iya, apakah ia akan pecah dalam waktu dekat? Apabila ini memang merupakan sebuah gelembung, sebaiknya anda jangan dekat-dekat saat gelembung itu pecah.



 

Sunday, January 27, 2013

Ulang Tahun: Sebuah Selebrasi Kehidupan


Tradisi merayakan ulang tahun sejatinya merupakan sesuatu yang agak kontroversial. Meskipun sedikit, ada beberapa golongan umat islam garis keras yang berpendapat bahwa perayaan ulang tahun itu hukumnya haram. Perayaan tersebut dinilai sebagai tradisi kaum kafir yang tidak layak untuk diikuti oleh umat Islam. Secara umum, saya tidak setuju dengan pandangan ini, tetapi fenomena ini cukup menarik untuk kita analisis secara historis.

Tradisi ulang tahun sendiri dimulai sejak era paganisme. Zaman dulu, para penganut pagan sangat terobesi dan sangat kagum terhadap kehidupan. Mereka memiliki banyak sekali ritual yang merayakan keajaiban kehidupan. Beberapa ritual yang populer adalah ritual untuk merayakan konsepsi (semua orang di kota diperintahkan untuk berkumpul di satu lapangan dan melakukan ‘konsepsi’ bersama), ritual yang mensimbolisasikan kemenangan kehidupan atas kematian (hari natal –sebuah pohon palem didirikan di rumah-rumah pada hari terpanjang dalam tahun), dan tentu saja ritual ulang tahun itu sendiri.

Tradisi ulang tahun ini menjadi begitu spesial bagi orang Pagan karena zaman dulu, bertahan hidup memang benar-benar sebuah prestasi yang layak dirayakan. Sepanjang waktu mereka senantiasa diintai oleh peperangan, kelaparan, dan penyakit yang siap untuk merenggut nyawa kapan saja. Angka harapan hidup berkisar di angka 30 tahun dan jarang sekali orang yang bisa mencapai usia lanjut. Oleh karena itu, tidak heran apabila setiap tahun yang bisa mereka lalui dengan selamat akan benar-benar dianggap sebagai anugrah dan selalu dirayakan.  

Lalu kenapa Islam kemudian memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap perayaan ulang tahun? Jawabannya sederhana. Berbeda dengan Paganisme yang terobsesi pada kehidupan, agama Islam (dan agama-agama modern lainnya) justru terobsesi dengan kematian. Agama Islam memandang kehidupan sebagai sesuatu yang fana. Hal yang penting menurut Islam adalah apa yang terjadi setelah kehidupan, bukan kehidupan itu sendiri. Selama hidup, kita dianjurkan untuk bersikap zuhud (tidak terobsesi pada dunia) dan mempersiapkan bekal untuk akhirat. Dengan cara pandang seperti ini, tentu saja perayaan kehidupan ala Pagan menjadi sesuatu yang asing dan ‘salah’ bagi Islam.

Kesimpulannya, melabeli perayaan ulang tahun sebagai ‘tradisi orang kafir’ dengan buta adalah pernyataan yang tidak adil. Bagaimanapun juga, perayaan ulang tahun memiliki nilai-nilai yang romantis dan mulia. Meski begitu, sebagai orang Islam kita harus menjaga diri agar perayaan ulang tahun tidak berkembang menjadi sebuah obsesi berlebihan akan kehdupan.

Sunday, January 13, 2013

Jangan Kambing Hitamkan Partai Politik?

Dua hari yang lalu, Megawati membuat pernyataan yang menarik untuk dianalisis. “Jangan kambing hitamkan partai politik!” katanya. Pernyataan ini terkait dengan semakin menurunnya pamor partai politik di Indonesia. Semakin hari, kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin rendah. Kemenangan Jokowi dan Basuki dalam pilkada gubernur DKI Jakarta yang relatif minim bantuan partai menunjukan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai ‘memilih tokoh’ dan bukan lagi ‘memilih partai’. Jika tren ini terus berlanjut, tentu partai-partai politik di Indonesia akan mengalami kemunduran di masa depan. 

Memudarnya pamor partai politik ini terjadi karena masyarakat mulai melihat partai politik sebagai biang keladi terpuruknya Indonesia. Kemunculan opini publik ini memang tidak mengherankan. Setiap hari kita melihat wakil-wakil rakyat dari berbagai partai politik yang berlagak bak monyet sirkus. Jarang sekali wakil rakyat yang melakukan perbuatan positif. Kalaupun ada, hal itu tidak terekspos/diekspos oleh media. Tidak heran apabila nilai partai politik di mata masyarakat semakin menurun.

Kembali ke pernyataan Megawati, mantan ibu negara kita ini menyerukan bahwa pandangan negatif terhadap parpol ini harus dihilangkan. Megawati berpendapat bahwa secara umum, parpol memberikan dampak yang positif bagi Indonesia. Parpol memfasilitasi demokrasi serta melakukan kaderisasi yang membibitkan pemimpin-pemimpin terbaik Indonesia. Kalaupun ada kader parpol yang melakukan tindakan buruk, hal tersebut adalah tindakan oknum dan bukan tanggung jawab partai secara keseluruhan.

Pertanyaannya, benarkah secara umum, partai politik memberikan dampak positif bagi Indonesia?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus memahami terlebih dahulu esensi dari partai politik. Partai politik adalah anak kandung dari pemerintahan bersistem keterwakilan alias demokrasi. Melalui partai politik, orang-orang yang memiliki visi, idealisme, dan gagasan-gagasan yang sama dapat bersatu dalam sebuah organisasi sehingga mereka kemudian memiliki kekuatan yang lebih besar dalam proses politik demokratis. Bisa dibilang bahwa demokrasi tanpa partai politik adalah demokrasi yang semu.

Masalahnya, di Indonesia partai politik sama sekali tidak sesuai dengan definisi ini. Partai politik di Indonesia tidak lebih dari kumpulan orang yang sama-sama membutuhkan tunggangan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar. Hal ini bisa dilihat dari minimnya identitas yang dimiliki oleh partai politik Indonesia. Apa sebenarnya tujuan Partai Demokrat? Apa bedanya dengan partai Gerindra? Apakah Partai Kebangkitan Bangsa dan partai-partai islam lainnya memang ingin menegakan asas-asas islam di Indonesia? Apa dampaknya apabila Golkar yang menguasai parlemen? Tidak ada yang jelas.

Semua partai di Indonesia mendengungkan slogan ekonomi kerakyatan, tapi dari detik pertama reformasi kiblat perekonomian kita tidak pernah berpindah dari neo-liberal. Saat PDI yang mengklaim diri sebagai partai nasionalis tengah berkuasa dulu, pemerintah kita malah menjual asset-aset nasional yang paling berharga. Partai-partai islam selalu menonjolkan identitas keislaman mereka, tetapi nyaris tidak ada hal ‘islami’ yang pernah dilakukan oleh anggota DPR-RI dari partai islam. Jadi apa sebenarnya esensi partai politik di Indonesia?

Di Amerika Serikat, segalanya lebih jelas dan sederhana. Hanya ada dua partai dan dua idealisme yang kontras. Partai Demokrat mewakili ideologi liberal dan Partai Republik mewakili ideologi konservatif. Apabila anda menginginkan Amerika Serikat yang ‘nyaman’, anda akan memilih Demokrat karena mereka menjanjikan kesejahteraan sosial dan keseteraan ekonomi. Apabila anda menginginkan Amerika Serikat yang ‘kuat’, anda akan memilih Republik karena mereka menjanijkan ekpansi ekonomi dan dominasi di kancah internasional. Meskipun dalam praktiknya seringkali tidak sesederhana itu, tapi masyarakat Amerika Serikat mengetahui perbedaan dasar antara dua partai politik yang mereka punya dan bisa memilih partai yang kiranya sesuai dengan visi, ideologi, dan gagasan masing-masing.

Jadi, acuhkan sajalah permintaan Megawati. Partai politik di Indonesia tidak hanya harus kita kambing hitamkan tapi juga harus kita tuntut agar berubah. Tahun ini, KPU memperketat syarat partai politik yang ingin berlaga di pemilu 2014. Langkah ini haruslah kita apresiasi. Dengan memperketat syarat dan proses verifikasi, maka partai politik abal-abal bisa dibunuh sebelum ia memberi dampak negatif di Indonesia. Semoga tindakan KPU ini menjadi langkah awal dalam perjalanan panjang untuk memperbaiki kualitas partai politik di Indonesia.

Wednesday, January 2, 2013

Seni Iklan Agresif


Di negara-negara yang lebih liberal, pemerintah biasanya memperbolehkan satu produk untuk menjelek-jelekan produk lain dalam iklan mereka. Misalnya kita bisa melihat betapa seringnya Pepsi menyerang Coca Cola, Burger King menyerang McDonald, dan masih banyak lagi. Di Indonesia sendiri, praktik ini masih belum boleh diperbolehkan (karena pertimbangan Bhineka Tunggal Ika, mungkin). Meski begitu, dengan semakin banyaknya perusahaan yang bermain dalam pasar, para pengiklan Indonesia pasti sering gatal untuk melakukan hal ini.

Beberapa waktu yang lalu, Unilever mengeluarkan Pure It –sejenis penyaring yang bisa membersihkan air keran sampai ia layak minum. Hal ini membuat pasar air minum keluarga menjadi menarik. Ketika Danone, Nestle, dan beberapa perusahan lain bermain secara konvensional dengan memproduksi air minum dalam kemasan, Unilever justru menjual alat sebesar dispenser yang harganya mencapai Rp 550.000,00. Masa depan pasar air minum keluarga pun menjadi tak menentu. Apakah air minum dalam kemasan akan tetap menjadi raja? Atau pendatang baru yang tidak konvensional seperti pure it dapat ganti menjadi primadona? Semua itu tergantung pada seberapa efektifnya kampanye pemasaran yang dilakukan pure it.

Sejauh ini, iklan yang diputar oleh pure it lebih bersifat testimoni. Dalam salah satu versi iklan, seorang ibu menceritakan pengalaman interaksinya dengan pure it. Mulai dari keraguannya di awal, keyakinannya setelah konsultasi dengan dokter, sampai akhirnya ia berani menyarankan penggunaan pure it pada ibu-ibu lain. Secara umum, kita bisa melihat bahwa iklan ini sangat tidak agresif. Dalam iklan 30 detik tersebut, pure it hanya memperkenalkan diri tanpa menjelaskan mengapa ia lebih baik daripada air minum kemasan.

Langkah pure it yang tidak agresif ini sedikit banyak membuat kita bertanya-tanya. Sebagai produk yang tidak konvensional, tantangan yang dihadapi pure it sangatlah besar. Ia harus merubah kebiasaan konsumen secara drastis, meyakinkan bahwa ia aman untuk digunakan, serta menunjukan bahwa pure it lebih baik daripada air minum kemasan. Logikanya, langkah yang paling cepat dan paling mudah untuk melakukan tiga hal tersebut adalah dengan menyerang air minum kemasan. Pure it bisa mengangkat fakta bahwa pabrikan air minum kemasan menyerap air tanah (yang notabene merupakan hak rakyat) secara besar-besaran sampai desa-desa di sekitar pabrik tersebut mengalami kekeringan parah. Ia bisa mengangkat fakta bahwa air minum kemasan harus menempuh ratusan kilometer dari pabriknya sebelum mereka sampai ke rumah-rumah. Ia juga bisa mengangkat fakta bahwa plastik-plastik yang digunakan oleh air minum kemasan tidak ramah lingkungan.

Statement-statement tersebut tidak harus diucapkan dengan nada agresif yang norak. Dengan permainan kata-kata yang cantik, mudah saja untuk menjatuhkan air minum kemasan dengan elegan. Saya menemukan contoh naskah iklan penyaring air yang menarik di buku periklanan saya. Bunyinya seperti ini:

Tahukah anda bahwa air yang disaring sama saja dengan air minum kemasan?

Kami sama-sama bebas dari kuman, sama-sama berkualitas tinggi, dan memuat kandungan mineral yang sama

Oh, tentu saja air yang disaring tidak harus menempuh ratusan kilometer sebelum sampai di rumah anda.

Tapi selain itu kami sama saja kok.

Naskah tersebut memanfaatkan persepsi konsumen umum yang menganggap air minum kemasan memiliki kualitas yang tinggi, lalu memelintirnya dengan elegan sehingga air yang disaring terdengar lebih baik dari air minum kemasan.

Kesimpulannya, iklan yang agresif memang sangat beresiko tetapi kadang ia perlu dilakukan. Apabila pure it tetap pada pendekatan iklannya yang sekarang, maka akan sulit baginya untuk menggeser posisi air minum kemasan. Pure it sebaiknya mulai menciptakan kampanye yang lebih agresif tetapi tetap dengan tone yang elegan. Dengan cara itu, bukan tidak mungkin ia bisa menggulingkan monopoli Danone Aqua –si raja tua.

Friday, December 28, 2012

Korupsi di Indonesia at a Glance


Korupsi sebenarnya adalah bagian tak terpisahkan dari sistem demokrasi. Mulai dari negara demokrasi pemula seperti Indonesia sampai negara demokrasi yang berpengalaman seperti Belanda pasti digerogoti oleh korupsi. Dari sudut pandang tertentu, kita bahkan bisa mengatakan bahwa korupsi-lah yang membuat sebuah negara berjalan. Logikanya, semakin banyak proyek pemerintahan, semakin banyak peluang korupsi yang bisa dilakukan anggota dewan. Oleh karena itu, para anggota dewan legislatif dan eksekutif kemudian menciptakan sebanyak mungkin proyek pemerintahan. Berkat hubungan yang absurd ini, di satu sisi negara semakin maju oleh proyek-proyek pemerintah sementara di sisi lain anggota dewan juga dapat mendulang emas. 

Untuk memahami korupsi, kita harus mengerti bahwa orang-orang yang duduk di pemerintahan bukanlah malaikat. Mereka bukanlah idealis-idealis yang bertujuan untuk membaktikan diri pada kemaslahatan negara. Sebaliknya, mereka hanyalah orang biasa yang butuh makan dan punya hawa nafsu. Mereka mengincar posisi pemerintahan karena posisi tersebut dapat memberikan kekuasaan (power) dan akses yang lebih besar terhadap sumber daya (resources). Karena sifat alami tersebut, maka seperti kata Lord Acton: power tends to corrupt. Orang-orang yang berkuasa dalam pemerintahan akan cenderung memanfaatkannya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Sistem demokrasi modern kemudian diciptakan untuk membatasi sifat alami tersebut. Lewat sistem pemerintahan keterwakilan yang ditentukan oleh masyarakat, maka orang-orang yang duduk di bangku kekuasaan harus berhati-hati agar tidak dipandang tidak becus oleh masyarakat. Disini kemudian tercipta keseimbangan yang rapuh antara keinginan sang wakil rakyat untuk melakukan korupsi dengan kemampuan rakyat untuk memecat wakil rakyat yang korup. Akhirnya, korupsi tentu tetap ada tapi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan skala terbatas agar tidak memicu amarah masyarakat.

Keseimbangan inilah yang tidak ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia belum bisa mengawasi pemerintahan dan memilih dengan cerdas. Akibatnya, para anggota dewan pemerintahan tidak segan-segan melakukan korupsi. Korupsi dengan skala ‘luar biasa bodoh’ pun terjadi dimana-mana. Dana persiapan Sea Games dikorupsi sampai persiapannya kacau balau, dana pembangunan Stadiun Hambalang dikorupsi sampai stadiunnya tidak kunjung jadi, dana pembangunan jembatan dikorupsi sampai jembatannya ambruk dalam waktu singkat, dan lain-lain. Padahal kegagalan dalam proyek-proyek tersebut tentu mengirim sinyal besar bahwa ada yang tidak beres. Sama saja seperti mengetuk gedung KPK dan berteriak “Saya korupsi lho, pak!”

Selain karena gagalnya mekanisme keseimbangan demokratis, korupsi gila-gilaan di Indonesia juga disebabkan oleh mahalnya biaya pembelian kursi. Untuk memenangi pemilu, calon anggota dewan seringkali harus mengeluarkan biaya besar dari kocek pribadi. Dalam pemilu yang ideal, partai politik akan memilih beberapa kandidat dan membantu membiayai kandidat tersebut untuk berkampanye. Di Indonesia, malah kita yang harus membayar partai agar dipilih menjadi kandidat dan mendapatkan nomer urut yang tinggi. Dalam pemilu yang ideal, ada badan yang mengawasi dan mengatur manajemen pendanaan kampanye. Di Indonesia, kandidat dituntut untuk merogoh kocek sedalam-dalamnya tanpa batas untuk memperbesar kemungkinan menang. Bisa ditebak, balik modal merupakan agenda utama yang dikejar oleh para kandidat yang berhasil terpilih.

Banyak orang yang berkata bahwa budaya korupsi di Indonesia itu turunan dari Belanda. Menurut saya itu omong kosong. Budaya korupsi itu muncul dari kebodohan masyarakat dan kecacatan sistem di Indonesia.  

Tuesday, December 25, 2012

Selamat Natal?


Latar belakang…

Setiap menjelang natal, pasti muncul satu debat yang seru. Debat tersebut berkutat dalam isu pengucapan selamat natal bagi orang muslim. Hal ini menjadi menarik karena di satu sisi, ada orang yang percaya bahwa pengucapan selamat natal itu boleh dan perlu karena ia merupakan tanda toleransi. Di sisi lain, ada juga orang yang percaya bahwa pengucapan selamat natal itu haram hukumnya bagi orang muslim. Lucu memang, bagaimana hal sekecil pengucapan ‘selamat natal’ bisa menjadi bahan perdebatan besar.

Sebagai informasi, penulis sendiri berada di pihak orang yang percaya bahwa pengucapan selamat natal itu haram hukumnya. Kepercayaan ini penulis dapat setelah mendengar sebuah ceramah dari ustadz yang kebetulan cukup dekat dengan saya. Jujur, saya tidak begitu mengingat dalil-dalil dibalik pengharaman pengucapan selamat natal bagi orang muslim. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya akan mengemukakan pendapat logis pribadi saya mengenai isu ini.

Sebenarnya apa sih esensi pengucapan selamat?

Tahukah anda bahwa Belanda tidak pernah mengucapkan ‘selamat ulang tahun, Indonesia’ pada tanggal 17 Agustus? Alasannya, Belanda memandang bahwa Indonesia baru merdeka setelah Konferensi Meja Bundar tahun 1950. Apabila mereka mengucapkan ‘selamat ulang tahun, Indonesia’ pada tanggal 17 Agustus, maka mereka mengakui bahwa Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Artinya, mereka mengakui bahwa pendudukan mereka di Indonesia pada 1945 – 1950 adalah tindakan ilegal. Berat kan konsekuensinya?

Pesan moralnya adalah, pengucapan selamat memiliki makna yang jauh lebih dalam dari sekedar ‘turut bahagia’. Pengucapan selamat berarti pengakuan mengenai hal yang sedang dirayakan. That’s that. Secara hukum internasional, secara tata bahasa, secara apapun juga kalian mencoba ngeles, itulah makna dari pengucapan selamat.

Terus apa implikasi dari esensi tersebut?

Hari natal adalah hari yang memperingati kelahiran Yesus sebagai anak tuhan. Apabila kita mengucapkan selamat natal, artinya kita mengakui bahwa Yesus merupakan anak tuhan. Dari sudut pandang agama, hal ini termasuk dosa Syirik yang notabene paling besar tingkatannya.

Jadi harus ngapain dong?

Buat orang kristiani, tolong pahami bahwa tidak mengucapkan selamat bukan berarti tidak toleran. Kami toleran kok sama perayaan kalian, kami sayang kok sama kalian, tapi aturan dari sananya emang gak boleh ngucapin. Lagian, kita ngucapin atau gak ngucapin juga ga begitu pengaruh kan sama kinerja Santa Claus?

Buat orang islam, sebaiknya sih enggak ngucapin selamat natal. Tunjukin toleransi kalian dengan cara-cara lain yang enggak beresiko dosa. Tapi kalau dipikir-pikir, kebanyakan orang islam seusia kita tuh kerjanya emang bikin dosa. Kita jarang solat, ga ngejaga khalwat, ngumbar aurat, dan banyak lagi. Jadi kayaknya ga begitu ngaruh juga deh kalau ditambah dosa ngucapin selamat.

Thursday, December 13, 2012

Winter is Coming

“Kita terlena dan melewatkan kesempatan. Bukannya meningkatkan infrastruktur dan memperkuat sendi ekonomi, kita justru menghambur-hamburkan uang dalam sektor yang tidak memiliki keuntungan jangka panjang.”
 
Kalimat diatas merupakan curhatan perdana menteri Italia mengenai krisis ekonomi kronis yang melanda negaranya. Kalimat ini juga kurang lebih menjelaskan mengapa negara-negara eropa yang selama ini dipandang memiliki standar ekonomi dan sosial tinggi ternyata bisa kocar-kacir dalam sekejap. Saat musim panas, negara-negara eropa tersebut berpikir bahwa musim dingin tidak akan pernah datang. Alhasil saat musim dingin menerjang, semuanya kalang kabut. 
 
Saat ini, Indonesia berhasil mencacatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%. Saat Amerika Serikat dan Eropa limbung, saat Jepang mengalami resesi, saat Timur Tengah hancur berantakan, Indonesia seakan tak terpengaruh dan terus menghasilkan angka-angka positif. Meskipun masih ada catatan kritis tentang ketidakmerataan pertumbuhan terutama di wilayah timur negeri, prestasi ini tetaplah merupakan sesuatu yang layak diapresiasi.
 
Meski begitu, tidak berarti Indonesia bisa bersantai. Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi ini kebanyakan disokong oleh sektor investasi dan sektor konsumsi. Artinya, pertumbuhan ekonomi ini tidak berdiri diatas sektor padat karya yang self-sustaining tapi hanya berdiri di atas pilar yang keropos. Sektor investasi sangat bergantung pada perilaku investor asing yang bisa kapan saja menarik investasinya. Sementara itu, sektor konsumsi sangat bergantung pada daya beli kelas menengah baru di Indonesia yang juga mendapatkan kekuatan dari sektor investasi asig. Apabila investor asing menarik investasinya di Indonesia, maka dua pilar keropos yang menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia ini akan kolaps dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, kita harus senantiasa berpikir dalam paradgima ‘winter is coming’. Masa pertumbuhan ekonomi yang manis ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan diri. Anggaran negara harus disalurkan ke sektor-sektor produktif yang bisa menghasilkan keuntungan jangka panjang. Pemborosan disektor non-produktif seperti subsidi BBM harus diminimalkan. Infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, dan birokrasi harus dibenahi. Kita harus senantiasa bergerak dengan keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi dan kita harus siap untuk itu.

Ada baiknya kita mengambil krisis uni eropa sebagai contoh. Kita bisa menjadi Italia yang hidup santai, terlena, dan berakhir porak-poranda, atau kita bisa menjadi Jerman yang terus mempersiapkan fondasi ketahanan ekonomi sedari awal dan dapat bertahan baik ketika krisis datang.