Tuesday, October 30, 2012

Advertising, Branding, and Marketing Public Relation

Pada tahun 2010, Pantene berhasil meraih posisi market leader dengan mengalahkan Sunsilk dan Clear. Triknya ada pada penggunaan Anggun sebagai brand ambassador ‘sejati’ (Anggun memang sungguhan pengguna Pantene dan sungguhan memiliki rambut bagus) dan serentetan event pencarian talent berambut bagus.

Dari tahun 1984 sampai sekarang, produk-produk Apple selalu laku keras di pasaran. Padahal, harga yang dipatok produk-produk Apple relatif kemahalan dan produk-produk kompetitornya sebenarnya tidak kalah canggih. Kasarnya, kita bisa mengatakan bahwa dengan mencap logo apel tergigit dalam sebuah gadget, harga gadget tersebut bisa meningkat sampai 200$.

Pada tahun 2012, beberapa bulan yang lalu, Magnum membayar sutradara Bryan Singer dan dua pemenang academy award untuk menciptakan iklan ‘As Good As Gold’. Iklan ini diciptakan agar terlihat seperti sebuah trailer film sungguhan. Hasilnya, meskipun rasa Magnum Gold sebenarnya biasa saja, tapi minat dan rasa penasaran masyarakat Indonesia terhadap Magnum kembali bangkit.

Tiga kasus diatas memiliki satu persamaan: mereka semua adalah usaha komunikasi yang sukses meningkatkan pendapatan perusahaan. Tapi, jika ditilik lebih detail, sebenarnya tiga kasus diatas memiliki perbedaan yang sangat signifikan: Pantene sukses lewat usaha marketing public relation, Apple sukses lewat usaha branding, dan Magnum sukses lewat periklanan.

Marketing public relation, branding, dan periklanan adalah tiga usaha komunikasi yang bisa dikatakan serupa tapi tak sama. Mereka bertiga jelas bisa meningkatkan keuntungan perusahaan, tapi mereka memiliki teknik yang berbeda serta kelebihan dan kekurangan yang unik. Tulisan singkat ini akan menjelaskan sedikit tentang perbedaan dari tiga hal tersebut.

Advertising

Definisi resmi dari iklan sebenarnya sederhana: sebuah pesan dari sponsor yang dapat diidentifikasi, yang disampaikan lewat media yang berbayar, yang bertujuan untuk merubah pengetahuan, sikap, dan perilaku khalayak ramai, untuk meningkatkan angka penjualan produk baik secara langsung (hardsell) maupun tidak langsung (soft sell). Iklan adalah media komunikasi pemasaran yang paling disukai perusahaan meskipun sebenarnya efektivitas dan batasan pengaruh iklan tidak pernah jelas. Alasannya, iklan relatif mudah dibuat dan memiliki jangkauan yang sangat luas (tergantung budget media tentunya).

Sebuah iklan yang efektif pasti berasal dari sebuah creative brief yang baik. Sementara creative brief yang baik sendiri adalah brief yang bisa mengkombinasikan seluruh informasi dari produk, kompetitor, dan konsumen, kemudian memuntahkan seluruh informasi tersebut menjadi insight yang sederhana tapi cerdas. Sebagai contoh, kita bisa melihat produk Axe. Axe berhasil menemukan sebuah insight sederhana: ‘pria selalu ingin wanita membuat langkah pertama’. Dari insight ini, Axe menciptakan serangkaian kampanye periklanan yang menampilkan bagaimana ‘pria Axe’ selalu dikejar oleh wanita. Hasilnya, Axe tak tergoyahkan sebagai market leader parfum pria. Ada banyak kok parfum buat pria kalau kamu emang suka wangi-wangi, tapi kalau kamu pengen dapet cewe… pake Axe.

Dalam contoh kasus Magnum, kita bisa melihat bagaimana iklan bisa sukses mempopulerkan Magnum Gold lewat sebuah pesan berdurasi 30 detik. Dari udara kosong, iklan bisa membuat sebuah eskrim kemahalan yang sebenarnya rasanya biasa aja menjadi komoditas yang menjual.

Branding

Di sebuah pasar swalayan, ada dua bungkus gula 500 gram. Apabila gula tersebut dilihat dan dirasakan, tidak ada perbedaan yang dapat ditemukan. Namun, harga dari dua bungkus gula tersebut berbeda secara cukup signifikan. Alasannya, gula yang pertama dibungkus plastik biasa sementara gula yang kedua dibungkus dengan plastik berlabel ‘Gulaku’.

Cerita diatas sebenarnya merangkum keseluruhan esensi dari branding. Branding adalah usaha untuk meningkatkan brand equity sementara brand equity sendiri berarti nilai tambah yang dihasilkan oleh sebuah brand produk yang dibandingkan dengan harga produk yang sama apabila ia dijual tanpa brand (antara Gulaku dengan gula yang sama dibungkus plastik). Usaha branding secara umum sangat rumit untuk dilakukan. Brand equity sangat dipengaruhi oleh iklan, kemasan, nama brand, sejarah brand, bahkan sampai pengalaman interaksi antara brand dengan konsumen.

Ada beberapa komponen dari brand equity yang harus dipahami, yaitu:

Brand Identity           : Identitas brand yang ingin disampaikan oleh perusahaan
Brand Image             : Gambaran/citra brand dalam benak konsumen
Brand Personality      : Kepribadian manusiawi yang diasosiasikan dengan brand
Brand Awareness      : Tingkat kesadaran konsumen tentang keberadaan brand
Brand Preferences     : Kecenderungan untuk memilih brand yang satu dibanding brand lain
Brand Loyalty           : Kesetiaan konsumen untuk menggunakan brand

Seluruh jajaran produk Apple adalah contoh usaha branding yang berhasil. Apple bisa dengan santai menaruh harga yang premium karena brand equity-nya tinggi. Awareness-nya besar; image-nya terbina sebagai gadget yang futuristik, canggih, dan elit; personality-nya yang simple but brilliant digilai oleh konsumen; dan loyalty juga tinggi. Apple fan-boys seringkali dikritik sebagai orang sok kaya nan dungu karena mereka membayar lebih untuk hal-hal yang disediakan dengan lebih baik dan lebih murah oleh Android. Namun, brand equity Apple yang tinggi membuat penjualan gadget keluaran Apple selalu disambut gila-gilaan oleh pasar seakan-akan kritik tersebut tidak pernah ada.

Marketing Public Relation

Marketing Public Relation adalah hasil dari konvergensi antara dunia pemasaran dengan dunia public relation. Pemasaran sangat berorientasi pada penjualan sementara public relation berorientasi pada citra perusahaan. Nah, marketing PR adalah usaha untuk meningkatkan penjualan melalui manajemen terhadap citra perusahaan/produk. Sederhana bukan? Biasanya, peningkatan penjualan dilakukan dengan iklan atau komunikasi pemasaran lainnya. Tapi dalam MPR, perusahaan akan menggunakan teknik-teknik PR seperti publisitas, community relation, media relation, government relation, dan semacamnya untuk mendongkrak nilai penjualan.

Pantene sendiri memulai dengan menerapkan prinsip PR yang paling dasar: ‘Doin good, lookin good’. Ketika produk shampo lain beriklan dengan berbagai talent yang bukan pengguna shampo tersebut, maka Pantene berkomitmen sejak awal untuk menggunakan brand ambassador yang memang benar-benar pengguna Pantene. Pantene kemudian memilih Anggun setelah melakukan seleksi yang ketat. Hasilnya langsung terasa. Publisitas dan word of mouth tentang bagaimana Anggun memang benar-benar pengguna Pantene sejati langsung memperkuat efek iklan dan event-event yang diselenggarakan Pantene.

MPR adalah anak bawang dalam dunia komunikasi pemasaran. Meski begitu, keberadaannya semakin hari semakin menawan banyak perusahaan. Alasannya, masyarakat dinilai sudah jenuh dengan iklan biasa. Selain itu… pendekatan MPR biasanya jauh lebih murah dibandingkan iklan.

Jadi, pilih mana?