Sunday, January 13, 2013

Jangan Kambing Hitamkan Partai Politik?

Dua hari yang lalu, Megawati membuat pernyataan yang menarik untuk dianalisis. “Jangan kambing hitamkan partai politik!” katanya. Pernyataan ini terkait dengan semakin menurunnya pamor partai politik di Indonesia. Semakin hari, kepercayaan masyarakat terhadap partai politik semakin rendah. Kemenangan Jokowi dan Basuki dalam pilkada gubernur DKI Jakarta yang relatif minim bantuan partai menunjukan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai ‘memilih tokoh’ dan bukan lagi ‘memilih partai’. Jika tren ini terus berlanjut, tentu partai-partai politik di Indonesia akan mengalami kemunduran di masa depan. 

Memudarnya pamor partai politik ini terjadi karena masyarakat mulai melihat partai politik sebagai biang keladi terpuruknya Indonesia. Kemunculan opini publik ini memang tidak mengherankan. Setiap hari kita melihat wakil-wakil rakyat dari berbagai partai politik yang berlagak bak monyet sirkus. Jarang sekali wakil rakyat yang melakukan perbuatan positif. Kalaupun ada, hal itu tidak terekspos/diekspos oleh media. Tidak heran apabila nilai partai politik di mata masyarakat semakin menurun.

Kembali ke pernyataan Megawati, mantan ibu negara kita ini menyerukan bahwa pandangan negatif terhadap parpol ini harus dihilangkan. Megawati berpendapat bahwa secara umum, parpol memberikan dampak yang positif bagi Indonesia. Parpol memfasilitasi demokrasi serta melakukan kaderisasi yang membibitkan pemimpin-pemimpin terbaik Indonesia. Kalaupun ada kader parpol yang melakukan tindakan buruk, hal tersebut adalah tindakan oknum dan bukan tanggung jawab partai secara keseluruhan.

Pertanyaannya, benarkah secara umum, partai politik memberikan dampak positif bagi Indonesia?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus memahami terlebih dahulu esensi dari partai politik. Partai politik adalah anak kandung dari pemerintahan bersistem keterwakilan alias demokrasi. Melalui partai politik, orang-orang yang memiliki visi, idealisme, dan gagasan-gagasan yang sama dapat bersatu dalam sebuah organisasi sehingga mereka kemudian memiliki kekuatan yang lebih besar dalam proses politik demokratis. Bisa dibilang bahwa demokrasi tanpa partai politik adalah demokrasi yang semu.

Masalahnya, di Indonesia partai politik sama sekali tidak sesuai dengan definisi ini. Partai politik di Indonesia tidak lebih dari kumpulan orang yang sama-sama membutuhkan tunggangan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar. Hal ini bisa dilihat dari minimnya identitas yang dimiliki oleh partai politik Indonesia. Apa sebenarnya tujuan Partai Demokrat? Apa bedanya dengan partai Gerindra? Apakah Partai Kebangkitan Bangsa dan partai-partai islam lainnya memang ingin menegakan asas-asas islam di Indonesia? Apa dampaknya apabila Golkar yang menguasai parlemen? Tidak ada yang jelas.

Semua partai di Indonesia mendengungkan slogan ekonomi kerakyatan, tapi dari detik pertama reformasi kiblat perekonomian kita tidak pernah berpindah dari neo-liberal. Saat PDI yang mengklaim diri sebagai partai nasionalis tengah berkuasa dulu, pemerintah kita malah menjual asset-aset nasional yang paling berharga. Partai-partai islam selalu menonjolkan identitas keislaman mereka, tetapi nyaris tidak ada hal ‘islami’ yang pernah dilakukan oleh anggota DPR-RI dari partai islam. Jadi apa sebenarnya esensi partai politik di Indonesia?

Di Amerika Serikat, segalanya lebih jelas dan sederhana. Hanya ada dua partai dan dua idealisme yang kontras. Partai Demokrat mewakili ideologi liberal dan Partai Republik mewakili ideologi konservatif. Apabila anda menginginkan Amerika Serikat yang ‘nyaman’, anda akan memilih Demokrat karena mereka menjanjikan kesejahteraan sosial dan keseteraan ekonomi. Apabila anda menginginkan Amerika Serikat yang ‘kuat’, anda akan memilih Republik karena mereka menjanijkan ekpansi ekonomi dan dominasi di kancah internasional. Meskipun dalam praktiknya seringkali tidak sesederhana itu, tapi masyarakat Amerika Serikat mengetahui perbedaan dasar antara dua partai politik yang mereka punya dan bisa memilih partai yang kiranya sesuai dengan visi, ideologi, dan gagasan masing-masing.

Jadi, acuhkan sajalah permintaan Megawati. Partai politik di Indonesia tidak hanya harus kita kambing hitamkan tapi juga harus kita tuntut agar berubah. Tahun ini, KPU memperketat syarat partai politik yang ingin berlaga di pemilu 2014. Langkah ini haruslah kita apresiasi. Dengan memperketat syarat dan proses verifikasi, maka partai politik abal-abal bisa dibunuh sebelum ia memberi dampak negatif di Indonesia. Semoga tindakan KPU ini menjadi langkah awal dalam perjalanan panjang untuk memperbaiki kualitas partai politik di Indonesia.

No comments:

Post a Comment