Di negara-negara yang lebih
liberal, pemerintah biasanya memperbolehkan satu produk untuk menjelek-jelekan
produk lain dalam iklan mereka. Misalnya kita bisa melihat betapa seringnya
Pepsi menyerang Coca Cola, Burger King menyerang McDonald, dan masih banyak
lagi. Di Indonesia sendiri, praktik ini masih belum boleh diperbolehkan (karena
pertimbangan Bhineka Tunggal Ika, mungkin). Meski begitu, dengan semakin
banyaknya perusahaan yang bermain dalam pasar, para pengiklan Indonesia pasti
sering gatal untuk melakukan hal ini.
Beberapa waktu yang lalu,
Unilever mengeluarkan Pure It –sejenis
penyaring yang bisa membersihkan air keran sampai ia layak minum. Hal ini membuat
pasar air minum keluarga menjadi menarik. Ketika Danone, Nestle, dan beberapa
perusahan lain bermain secara konvensional dengan memproduksi air minum dalam
kemasan, Unilever justru menjual alat sebesar dispenser yang harganya mencapai
Rp 550.000,00. Masa depan pasar air minum keluarga pun menjadi tak menentu.
Apakah air minum dalam kemasan akan tetap menjadi raja? Atau pendatang baru
yang tidak konvensional seperti pure it dapat
ganti menjadi primadona? Semua itu tergantung pada seberapa efektifnya kampanye
pemasaran yang dilakukan pure it.
Sejauh ini, iklan yang diputar
oleh pure it lebih bersifat testimoni.
Dalam salah satu versi iklan, seorang ibu menceritakan pengalaman interaksinya
dengan pure it. Mulai dari
keraguannya di awal, keyakinannya setelah konsultasi dengan dokter, sampai
akhirnya ia berani menyarankan penggunaan pure
it pada ibu-ibu lain. Secara umum, kita bisa melihat bahwa iklan ini sangat
tidak agresif. Dalam iklan 30 detik tersebut, pure it hanya memperkenalkan diri tanpa menjelaskan mengapa ia lebih
baik daripada air minum kemasan.
Langkah pure it yang tidak agresif ini sedikit banyak membuat kita
bertanya-tanya. Sebagai produk yang tidak konvensional, tantangan yang dihadapi
pure it sangatlah besar. Ia harus
merubah kebiasaan konsumen secara drastis, meyakinkan bahwa ia aman untuk
digunakan, serta menunjukan bahwa pure it
lebih baik daripada air minum kemasan. Logikanya, langkah yang paling cepat
dan paling mudah untuk melakukan tiga hal tersebut adalah dengan menyerang air
minum kemasan. Pure it bisa mengangkat
fakta bahwa pabrikan air minum kemasan menyerap air tanah (yang notabene
merupakan hak rakyat) secara besar-besaran sampai desa-desa di sekitar pabrik
tersebut mengalami kekeringan parah. Ia bisa mengangkat fakta bahwa air minum
kemasan harus menempuh ratusan kilometer dari pabriknya sebelum mereka sampai
ke rumah-rumah. Ia juga bisa mengangkat fakta bahwa plastik-plastik yang
digunakan oleh air minum kemasan tidak ramah lingkungan.
Statement-statement tersebut tidak harus diucapkan dengan nada
agresif yang norak. Dengan permainan kata-kata yang cantik, mudah saja untuk
menjatuhkan air minum kemasan dengan elegan. Saya menemukan contoh naskah iklan
penyaring air yang menarik di buku periklanan saya. Bunyinya seperti ini:
Tahukah anda bahwa air yang disaring sama saja dengan air minum
kemasan?
Kami sama-sama bebas dari kuman, sama-sama berkualitas tinggi, dan
memuat kandungan mineral yang sama
Oh, tentu saja air yang disaring tidak harus menempuh ratusan kilometer
sebelum sampai di rumah anda.
Tapi selain itu kami sama saja kok.
Naskah tersebut memanfaatkan
persepsi konsumen umum yang menganggap air minum kemasan memiliki kualitas yang
tinggi, lalu memelintirnya dengan elegan sehingga air yang disaring terdengar
lebih baik dari air minum kemasan.
Kesimpulannya, iklan yang agresif
memang sangat beresiko tetapi kadang ia perlu dilakukan. Apabila pure it tetap pada pendekatan iklannya
yang sekarang, maka akan sulit baginya untuk menggeser posisi air minum
kemasan. Pure it sebaiknya mulai
menciptakan kampanye yang lebih agresif tetapi tetap dengan tone yang elegan. Dengan cara itu, bukan
tidak mungkin ia bisa menggulingkan monopoli Danone Aqua –si raja tua.
No comments:
Post a Comment