Sunday, November 18, 2012

Vasektomi Berhadiah

Beberapa hari yang lalu, ada sebuah berita menarik di koran lokal. Berita tersebut bercerita tentang program keluarga berencana terbaru berupa vasektomi berhadiah. Idenya adalah, pemerintah akan menyediakan intensif berupa kambing kepada warga kurang mampu yang bersedia untuk melakukan vasektomi. Sederhana, bukan?

Untuk yang belum tahu, vasektomi adalah praktek menghilangkan kemampuan reproduksi pria/wanita dengan cara menyingkirkan organ reproduksi utama mereka. Dulu, vasektomi dilakukan pada pelayan-pelayan pria di istana kerajaan agar mereka tidak melakukan hal-hal seksual dengan para wanita kerajaan. Di masa kini, vasektomi sering dilakukan pada binatang liar atau binatang peliharaan untuk mengontrol perilaku seksual mereka. Jika dulu vasektomi identik dengan resiko dan rasa sakit yang tidak terkira, kini telah ada metode vasektomi yang aman dan nyaman.

Saat berita tentang program vasektomi berhadiah tersebut diturunkan, baru ada dua orang yang mendaftar program ini. Salah satunya adalah pria yang telah beranak tujuh. Ketika dikonfirmasi, pria tersebut menyatakan bahwa dia tidak melakukan vasektomi tersebut demi mendapatkan hadiah kambing. Dia mengaku tertarik mengikuti program tersebut karena memang merasa sudah punya terlalu banyak anak.

Pertanyaannya, apakah vasektomi berhadiah ini layak untuk dilakukan?

Menurut saya pribadi, vasektomi berhadiah ini adalah sesuatu yang salah baik dari sisi efektivitasnya maupun justifikasinya.

Kita memang harus mengerti bahwa mengimplementasikan program keluarga berencana konvensional seperti penggunaan kondom dan pil KB di Indonesia adalah sesuatu yang sangat sulit. Banyak masyarakat, terutama di kalangan menengah kebawah, yang tidak melaksanakan program KB karena berbagai alasan seperti kurangnya pengetahuan, kurangnya dana, dianggap tidak sesuai dengan ajaran islam, sampai hanya karena malas. Meski begitu, tidak berarti vasektomi berhadiah bisa menjadi solusi.

Sebuah program KB yang baik haruslah bersifat massa. Dengan angka penduduk yang mencapai 200 juta jiwa, perlu dilakukan upaya yang luas dan menyeluruh untuk bisa menekan tingkat pertumbuhan. Masalahnya, vasektomi berhadiah ini jangkauannya terlalu sempit. Misalnya ada 1000 orang yang mendaftar program ini, maka pemerintah harus menguras dana untuk memberikan 1000 kambing kepada mereka. Padahal, 1000 orang yang divasektomi tidak akan banyak membantu mengurangi tingkat pertumbuhan 200 juta masyarakat Indonesia yang lain. Bayangkan apabila dana yang digunakan untuk membeli 1000 kambing tersebut dialihkan ke pengadaan kondom atau pil KB. Tentu jangkauannya akan jauh lebih luas.

Dengan melakukan program vasektomi berhadiah ini, pemerintah seakan-akan mencoba untuk mengambil jalan pintas untuk mengurangi angka pertumbuhan. Mereka seakan menyerah untuk mengedukasi masyarakat golongan menengah kebawah untuk melakukan program KB secara konvensional. Padahal logikanya, apabila golongan menengah keatas dapat mengontrol kelahiran dengan mudah, maka hal yang sama juga dapat dilakukan oleh golongan menengah kebawah. Kuncinya adalah pendidikan yang terus menerus serta subsidi alat bantu program KB. Pendekatan ini memang membutuhkan waktu lama, tetapi hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan dengan program vasektomi berhadiah.

Selain masalah efektivitasnya, program vasektomi berhadiah ini juga tidak bisa diterima secara etis. Mengiming-imingi orang dari golongan kurang mampu untuk menukar kejantanannya dengan kambing adalah sesuatu yang sangat keterlaluan. Seorang peserta program vasektomi berhadiah memang mengaku tidak mengikuti program tersebut demi mendapatkan kambing, tetap apakah ia tetap akan melakukan vasektomi apabila tidak ada intensif kambing tersebut?

Vasektomi adalah praktek yang tidak bisa dibalikan. Ada banyak dampak fisik, sosial, dan budaya yang akan dilami oleh orang yang melakukan praktek vasektomi. Oleh karena itu, orang yang melakukan vasektomi haruslah orang yang sepenuhnya sadar dan mengerti akan dampak dari vasektomi. Vasektomi tentu tidak dilarang, tapi keinginan untuk melakukan vasektomi harus muncul dari dalam diri sendiri. Bukan karena paksaan atau bujukan orang lain.

Nah, sekarang bayangkan apabila anda sehari-hari hidup dibawah garis kemiskinan. Lalu suatu hari, ada orang yang menawarkan kambing apabila anda melakukan vasektomi. Apakah keinginan anda untuk melakukan vasektomi datang dari diri sendiri? Apakah anda sadar akan dampak dari vasektomi? Atau anda langsung akan tergiur dengan kambing yang bisa mengurangi beban ekonomi anda?

Jika pemerintah ingin memfasilitas orang golongan kurang mampu untuk melakukan vasektomi, maka gratiskanlah vasektomi untuk orang miskin. Jika pemerintah ingin membantu golongan kurang mampu dengan memberi kambing, berilah mereka kambing. Tapi menggabungkan kedua hal ini kedalam satu program adalah hal yang sama sekali tidak bisa diterima.

Ada sanggahan?

No comments:

Post a Comment